Pandemi membawa perubahan kebiasaan bagi setiap orang untuk menjaga kesehatan dan menempatkannya sebagai prioritas utama. Hal yang sama berlaku di dunia pendidikan, yang mau tidak mau kondisi ini mendorong bapak/ibu guru dan peserta didik beradaptasi dengan berbagai metode pembelajaran yang berbeda dari sebelumnya. Ada yang menggunakan teknologi digital dan ada juga yang menggunakan metode pengiriman materi dan tugas, serta berbagai metode lain berdasarkan kemampuan peserta didik, sekolah dan fasilitas penunjang. Pemerintah pun tidak kalah aktif memberikan berbagai alternatif untuk memfasilitasi bapak/ibu guru dalam mengadakan pembelajaran di masa pandemi yang telah dimulai sedari Maret 2020.
Namun, setelah pemerintah mulai menjalankan vaksinasi kepada para tenaga pendidik pada sekitar bulan Maret 2021, pemerintah juga mulai mengeluarkan anjuran untuk melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka terbatas (PTM terbatas) kepada sekolah-sekolah yang berada di zona aman disertai beberapa syarat dan protokol kesehatan yang harus dipenuhi. Berita ini disambut baik oleh kalangan tenaga pendidik yang sudah lama rindu kembali melakukan kegiatan pembelajaran luring. Mereka pun merasa senang dengan segenap protokol kesehatan dalam pelaksanaan PTM terbatas ini.
Saat PTM terbatas dilaksanakan sebagian sekolah, masalah baru mulai muncul. Sebagian guru mengeluhkan kompetensi yang dicapai siswa selama pandemi sangat berbeda jauh (menurun) saat belajar dengan sistem luring. Berdasarkan hasil asesmen yang dilakukan, para siswa tidak fokus dengan pelajaran sehingga mempengaruhi kualitas belajar siswa saat pandemi. Hasil pembelajaran yang memperlihatkan ketimpangan kemampuan siswa yang beragam inilah yang membuat tenaga pendidik merasa gelisah dan mencari bagaimana cara mengatasi penurunan hasil belajar (Learning losses) dan ketimpangan ini.
Komitmen Hoshizora Foundation dalam memberikan akses pendidikan bukan hanya menyasar kepada siswa. Hoshizora Foundation percaya bahwa seluruh elemen dalam ekosistem berpengaruh dalam menjalankan komitmen ini. Oleh karena itu, Hoshizora Foundation membuat kegiatan Workshop Cakap Pengajar guna menjawab dan memfasilitasi para guru. Pada kegiatan ini, Hoshizora Foundation menyajikan pemateri dari kalangan praktisi dan ahli pendidikan guna memberi materi dan juga praktik baik dalam penerapannya.
Pada tanggal 3 Juli 2021, Hoshizora Foundation kembali mengadakan workshop Cakap Pengajar dengan judul “Sukses Menghadapi Penurunan Kemampuan Belajar Siswa Pasca PJJK”. Workshop ini bertujuan untuk memberikan jalan alternatif kepada guru ketika mereka merasa bingung untuk menghadapi penurunan kemampuan anak didik. Salah satu solusi yang ingin dikenalkan adalah pembelajaran berdiferensiasi (Differentiated Learning). Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang berpihak pada anak, yaitu pembelajaran yang menyesuaikan kebutuhan, kapasitas serta gaya belajar setiap anak yang berbeda-beda. Dalam workshop ini bapak/ibu guru tidak hanya diajak untuk mendengar pemaparan dari pemateri namun juga diajak untuk mengikuti sesi FGD (Forum Group Discussion). Pada sesi ini Hoshizora Foundation mengarahkan bapak/ibu guru untuk berdiskusi dengan sesama guru untuk menyusun perencanaan pembelajaran berbasis Differentiated Learning. Hasil FGD ini kemudian dibagikan dan didiskusikan di grup untuk bahan pembelajaran bersama.
Sri Rahayu Widyastuti, Kepala dari CSIE Sekolah Tumbuh Yogyakarta menyatakan, “Setiap anak itu berbeda dan setiap anak itu unik, maka jangan berikan sepeda yang sama untuk mereka yang berbeda-beda”. Beliau berharap agar para guru dapat melakukan pendekatan dan penyesuaian terhadap murid masing-masing sehingga mereka dapat memahami pelajaran dengan baik. Para peserta yang berjumlah 40 orang guru ini sangat antusias dalam mengikuti Workshop Cakap Pengajar. “Acara berlangsung menarik karena selain mendapat materi, kami juga mendapat teman dan bisa melakukan simulasi langsung”, kata salah satu peserta, Ibu Siti.