Yogyakarta, 17 November 2024 – Hoshizora Foundation mengajak Adik Bintang (sebutan bagi penerima beasiswa Hoshizora Foundation) untuk berbagi cerita pengalaman sekolahnya di era Kurikulum Merdeka. Kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka merayakan Hari Guru Nasional 2024 ini mengangkat tema “Sekolah Jaman Now : Bagaimana Updatenya?”. Meski judulnya “Ngobrol Pendidikan Bareng Adik Bintang”, kegiatan ini tidak hanya dihadiri oleh 29 Adik Bintang, melainkan juga beberapa Wali Bintang yang turut berbagi pengalaman dalam mendampingi anak-anak belajar di era Kurikulum Merdeka.
Kurikulum Merdeka menjadi salah satu strategi pemerintah Indonesia dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Namun pada pelaksanaannya, masih banyak hal yang perlu untuk dievaluasi bersama. Oleh karenanya, kegiatan ini hadir untuk mengetahui kondisi terkini pendidikan dari kacamata Adik Bintang sebagai pelajar yang merasakan langsung penerapan dari Kurikulum Merdeka. Selain itu, melalui kegiatan ini juga membuka wawasan tentang berbagai isu pendidikan yang muncul dari penerapan kurikulum tersebut.
Ruang Cerita Pengalaman, Tantangan, dan Harapan dari Adik Bintang
Kegiatan dikemas dengan forum diskusi kecil yang terbagi dalam 4 kelompok dan dibersamai oleh 1 fasilitator di setiap kelompoknya. Tujuannya agar para Adik Bintang leluasa untuk bercerita mengenai kondisi terkini pendidikan mereka, tantangan yang dihadapi, dan hal lain seputar pembelajaran di sekolah saat ini. Adik Bintang menceritakan tantangan yang mereka hadapi dalam pembelajaran menggunakan Kurikulum Merdeka, seperti manajemen waktu, efektivitas metode pengajaran, relevansi mata pelajaran tertentu dengan bidang studi mereka, dan harapan untuk pendidikan Indonesia kedepannya.
Dalam konteks pelajaran Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), Adik Bintang mengungkapkan bahwa mata pelajaran ini membantu mengembangkan berbagai keterampilan, mengeksplor hal baru, dan tidak berkutat pada materi di kelas sepenuhnya. Di sisi lain, Adik Bintang menceritakan bahwa pelajaran ini cukup memberatkan dan membuat mereka kewalahan. Hal ini dikarenakan pelajaran P5 dianggap tidak sesuai dengan bidang studi mereka, menguras tenaga dan waktu, dan mereka juga kesulitan membagi waktu antara pelajaran lain dengan P5. Banyak dari mereka merasa bahwa mengerjakan tugas P5 cukup memakan waktu yang lama. Selain itu, beberapa Adik Bintang juga sependapat bahwa pelajaran P5 memakan biaya yang tidak sedikit.
“Di pelajaran P5 kami harus menampilkan Gelar Karya untuk menampilkan hasil karya dari tugas P5. Waktu itu kami dapat tema ‘Bhineka Tunggal Ika’, dan salah satu temanku diminta untuk menampilkan tarian dan butuh untuk menyewa baju, 1 baju seharga 200 ribu rupiah, dikalikan 1 kelompok berisikan 6 orang. Di kelompok lain, mereka pernah mendapatkan tugas P5 untuk menampilkan kebudayaan suku-suku di Indonesia, nah itu buat sewa alat musik daerah tersebut sekitaran 2 juta lebih dan tidak ada subsidi sama sekali dari sekolah” ungkap Salwa, salah satu Adik Bintang yang menceritakan tantangan yang dihadapi dalam pembelajaran P5 di sekolahnya.
Beberapa Adik Bintang juga menyebutkan, dengan adanya sistem belajar mandiri, para guru berfokus dengan presentasi dan kurang responsif atas pertanyaan yang diajukan siswa. Alih-alih memberikan jawaban dan klarifikasi dari pertanyaan tersebut, guru malah mengarahkan siswa untuk mempelajarinya di buku. Selain itu, terdapat Adik Bintang yang menceritakan adanya kasus bullying juga masih terjadi di sekolahnya, dari bullying verbal hingga fisik.
Dari cerita pengalaman dan tantangan yang mereka hadapi, Adik Bintang memiliki harapan yang bervariasi untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia agar lebih baik kedepannya. Para Adik Bintang berharap untuk mendapatkan pengalaman belajar yang lebih praktis, metode pengajaran yang lebih baik, dan penanganan masalah sosial yang lebih baik. Tak hanya itu, mereka juga berharap untuk mendapatkan ruang yang lebih luas untuk memberikan feedback atau masukan dalam pengembangan kurikulum.
“Dari aku, mungkin pemerintah bisa lebih mendengarkan masukan dan aspirasi kita sebagai siswa yang mengalami langsung dari Kurikulum Merdeka. Sebelum mengganti kurikulum, dari pemerintah bisa survei terlebih dahulu untuk mengetahui kejadian di lapangan dan apa yang dirasakan oleh para siswa. Jadi kalau ada kurikulum baru, kita merasa relate dengan apa yang kita butuhkan dan merasa enjoy untuk menjalaninya.” ujar Hanifa, salah satu Adik Bintang yang membagikan harapan pendidikan kedepannya.
Kegiatan “Ngobrol Pendidikan Bareng Adik Bintang”, yang merupakan bagian dari rangkaian Hoshizora Education Day, diharapkan dapat memberikan gambaran nyata tentang kondisi pendidikan di Indonesia melalui perspektif langsung dari para Adik Bintang sebagai peserta didik yang merasakan dampak dari penerapan Kurikulum Merdeka. Diharapkan kegiatan ini menjadi ruang refleksi bersama untuk mengevaluasi tantangan ataupun peluang yang muncul dari penerapan Kurikulum Merdeka. Melalui cerita yang dibagikan oleh para Adik Bintang, semoga semakin banyak pihak yang tergerak untuk mendukung terciptanya pendidikan yang lebih baik untuk Indonesia.